LAPORAN PENDAHULUAN DIARE
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A. DEFINISI
Diare
adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih lunak atau lebih
cair dari biasanya dan terjadi paling sedikit 3 kali dalam 24 jam (Juffrie,
2010). Diare adalah peningkatan dalam frekuensi buang air besar (kotoran),
serta pada kandungan air dan volume kotoran itu. Namun, diare yang berat dapat
menyebabkan dehidrasi (kekurangan cairan) atau masalah gizi yang berat (Yayasan
Spiritia, 2011). Diare didefinisikan secara klinis sebagai bertambahnya defekasi
(buang air besar) lebih dari biasanya atau lebih dari tiga kali sehari,
disertai dengan perubahan konsisten tinja (menjadi cair) dengan atau tanpa
darah. Secara klinis dibedakan menjadi tiga macam sindroma diare yaitu diare
cair akut, disentri, dan diarepersisten (WHO, 2000).
B. ANATOMI
DAN FISIOLOGI
Sistem
pencernaan atau sistem gastroinstestinal
(mulai dari mulut sampai anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi
untuk menerima makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap
zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak
dapat dicerna atau merupakan sisa proses tersebut dari tubuh. Saluran
pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring),
kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem
pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran pencernaan,
yaitu pankreas, hati dan kandung empedu. Adapun sistem organ pencernaan atau
sistem gastrointestinal yaitu :
a.
Mulut
Merupakan suatu rongga terbuka tempat
masuknya makanan dan air pada manusia dan hewan. Mulut biasanya terletak di
kepala dan umumnya merupakan bagian awal dari sistem pencernaan lengkap yang
berakhir di anus.
b. Tenggorokan (Faring)
Merupakan penghubung antara rongga mulut
dan kerongkongan.
c. Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut
ke dalam lambung.
d. Lambung
Merupakan organ otot berongga yang besar
dan berbentuk seperti kandang keledai. Terdiri dari 3 bagian yaitu : kardia, fundus, antrum. Makanan masuk ke
dalam lambung dari kerongkongan melalui otot berbentuk cincin (sfinter), yang bisa membuka dan menutup.
Dalam keadaan normal, sfinter menghalangi masuknya kembali isi lambung ke dalam
kerongkongan. Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi
secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim.
e. Usus halus (usus kecil)
Usus halus atau usus kecil adalah bagian
dari saluran pencernaan yang terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding
usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui
vena porta. Usus halus terdiri dari
tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum),
usus kosong (jejunum), dan usus
penyerapan (ileum).
1. Usus
dua belas jari (duodenum)
Usus
dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang terletak setelah
lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum).
2. Usus
kosong (jejenum)
Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua
belas jari (duodenum) dan usus
penyerapan (ileum).
3. Usus
Penyerapan (illeum)
Usus
penyerapan atau ileum adalah bagian
terakhir dari usus halus.
f.
Usus Besar (colon)
Usus besar atau colon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu dan
rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Usus besar terdiri dari Kolon
asendens (kanan), Kolon transversum, Kolon desendens (kiri) dan Kolon sigmoid
(berhubungan dengan rektum).
g. Usus
Buntu (sekum)
Usus buntu atau sekum dalam istilah anatomi adalah suatu kantung yang terhubung
pada usus penyerapan serta bagian colon
menanjak dari usus besar.
h. Umbai Cacing (appendix)
Umbai cacing atau appendix adalah organ tambahan pada usus buntu. Infeksi pada organ
ini disebut apendisitis atau radang
umbai cacing.
i. Anus (rektum)
Rektum
adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah colon sigmoid) dan berakhir di anus.
Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan
ini, tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam
pengendalian otot yang penting untuk menunda BAB. Anus merupakan lubang di
ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus
terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lannya dari usus. Pembukaan
dan penutupan anus diatur oleh otot springter.
Feses dibuang dari tubuh melalui
proses buang air besar ( defekasi) yang merupakan fungsi utama anus.
C.
ETIOLOGI
Penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa faktor, yaitu :
1. Faktor
infeksi
a. Faktor
internal adalah infeksi saluran pencernaan meliputi infeksi internal sebagai
berikut
1. Infeksi
bakteri : Vibrio, E. Coli, salmonella,
tersinia, dsb
2. Infeksi
virus : enterovirus ( virus ECHO,
poliomyelitis ), adenovirus, rotavirus, dll.
3. Infeksi
parasit : cacing (asoanis, trichuris,
oxyuris ), jamur ( candida albicans )
b.
Infeksi parenteral adalah infeksi diluar
alat pencernaan makanan, seperti otitis
media akut, tonsilitis
tonsilofasingitis, bronkopneumonia, dsb.
2. Faktor
malabsorbsi
a. Malabsorbsi
karbohidrat meliputi disakarida dan monosakarida
b. Malabsorbsi
lemak
c. Malabsorbsi
protein
3. Faktor
makanan
Makanan basi, beracun, dan alergi
terhadap makanan.
D. PATOFISIOLOGI
Diare sekresi merupakan diare dengan volume banyak yang disebabkan oleh
peningkatan produksi dan sekresi air serta elektrolit oleh mukosa usus ke dalam
lumen usus. Diare
osmotik terjadi bila air terdorong ke dalam lumen usus oleh tekanan osmotik
dari partikel yang tidak dapat diabsorpsi, sehingga reabsorpsi air menjadi
lambat.Sebagai akibat dari diare baik akut maupun kronik akan terjadi :
1. Kehilangan air (dehidrasi) terjadi akibat pengeluaran air lebih banyak dari pemasukan air, hal ini merupakan penyebab kematian pada diare.
2. Gangguan keseimbangan asam basa (asidosis
metabolik), terjadi karena kehilangan natrium bikarbonat bersama tinja,
penimbunan asam laktat karena anoksia jaringan, produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan ginjal (oligouria/anuria), pemindahan ion
natrium dari ekstrasel ke dalam intrasel. Secara klinis asidosis
dapat dilihat dari pernapasan kussmaul.
3. Gangguan sirkulasi terjadi sebagai
akibat diare dengan atau tanpa muntah, dapat terjadi gangguan sirkulasi berupa
renjatan (syok) hipovolemik. Akibatnya perfusi
jaringan berkurang dan terjadi hipoksia,
asidosis bertambah berat dan dapat mengakibatkan perdarahan otak, kesadaran
menurun dan bila tidak ditangani segera akan terjadi kematian.
E. PATHWAY
F.
MANIFESTASI KLINIS
Menurut Kliegman,
Marcdante dan Jenson (2006), menyatakan bahwa berdasarkan banyaknya
kehilangan cairan dan elektrolit dari tubuh atau sering kali disebut dengan
diare, maka diare dapat dibagi menjadi :
1. Diare
tanpa dehidrasi
Pada tingkat diare ini penderita tidak
mengalami dehidrasi karena frekuensi diare masih dalam batas toleransi dan
belum ada tanda-tanda dehidrasi.
2. Diare
dengan dehidrasi ringan (3%-5%)
Pada
tingkat diare ini penderita mengalami diare 3 kali atau lebih, kadang-kadang
muntah, terasa haus, kencing sudah mulai berkurang, nafsu makan menurun,
aktifitas sudah mulai menurun, tekanan nadi masih normal atau takikardia yang
minimum dan pemeriksaan fisik dalam batas normal.
3. Diare
dengan dehidrasi sedang (5%-10%)
Pada keadaan ini, penderita akan mengalami
takikardi, kencing yang kurang atau langsung tidak ada, irritabilitas atau lesu, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung,
turgor kulit berkurang, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak
kering, air mata berkurang dan masa pengisian kapiler memanjang (≥ 2 detik)
dengan kulit yang dingin dan pucat.
4. Diare
dengan dehidrasi berat (10%-15%)
Pada keadaan ini, penderita sudah banyak
kehilangan cairan dari tubuh dan biasanya pada keadaan ini penderita mengalami
takikardi dengan pulsasi yang melemah, hipotensi dan tekanan nadi yang
menyebar, tidak ada penghasilan urin, mata dan ubun-ubun besar menjadi sangat
cekung, tidak ada produksi air mata, tidak mampu minum dan keadaannya mulai
apatis, kesadarannya menurun dan juga masa pengisian kapiler sangat memanjang
(≥ 3 detik) dengan kulit yang dingin dan pucat.
G. KOMPLIKASI
Kehilangan
cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama, terutama pada usia
lanjut dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera kehilangan cairan secara
mendadak sehingga terjadi syok hipovolemik
yang cepat. Kehilangan elektrolit melalui feses potensial mengarah ke hipokalemia dan asidosis metabolik ( Ciesla et al, 2003)
Pada kasus-kasus yang terlambat
meminta pertolongan medis, sehingga syok hipovolemik yang terjadi sudah tidak
dapat diatasi lagi maka dapat timbul tubular
nekrosis Akut pada ginjal yang selanjutnya terjadi gagal multi organ. Komplikasi
ini dapat juga terjadi bila penanganan pemberian cairan tidak adekuat sehingga
tidak tecapai rehidrasi yang optimal. (Nelwan, 2001; Soewondo, 2002; Thielman
& Guerrant, 2004)
Menurut
SPM Kesehatan Anak IDAI (2004) dan SPM Kesehatan Anak RSUD Wates (2001), adapun
komplikasi diare yaitu:
1.
Dehidrasi
2.
Renjatan hipovolemik
3.
Kejang
4.
Bakterimia
5.
Maltrunisi
6.
Hipoglikemia
7.
Intoleransi sekunder akibat kerusakan
mukosa usus
H. PENATALAKSANAAN
1. Medis
a. Pemberian cairan
1) Cairan
per oral : pada pasien dengan dehidrasi
ringan dan Na, HCO, K dan glukosa kurang. Untuk diare akut di atas umur 6 bulan
dengan dehidrasi ringan atau sedang kadar natrium 50-60 meg/l dapat di buat
sendiri (mengandung larutan garam dan gula) atau air tajin yang diberi gula
dengan garam.
2) Cairan
parenteral :
a. Untuk dehidrasi ringan pada 1 jam pertama diberikan
25-50 ml/kgBB/hari. Kemudian dilanjutkan dengan pemberian cairan parenteral 125
ml/kgBB
b. Untuk dehidrasi sedang pada 1 jam pertama diberikan
50-100 ml/kgBB/hari. Kemudian dilanjutkan dengan pemberian cairan
parenteral 125 ml/kg BB
c. Untuk
dehidrasi berat
1. Anak
usia 1 bulan-2 tahun dengan berat badan 3-10 kg
a) 1
jam pertama diberikan 40ml/kgBB/jam atau10 tetes/kg BB/menit
b) 7
jam berikutnya diberikan 12 ml/kgBB/jam atau 3 tetes/kg BB/menit
c) 16
jam berikutnya diberikan 125 ml/kgBB oralit per oral bila anak mau minum,
teruskan dengan cairan intra vena 2
tetes/kg BB/menit atau 3 tetes/kg BB/menit
2. Anak usia lebih dari 2-5 tahun
dengan berat badan 10-15 kg
a) 1
jam pertama diberikan 30 ml/kgBB/jam atau 8 tetes/kg BB/menit atau 10
tetes/kgBB/menit
b) 7
jam kemudian diberikan 127 ml/kg BB oralit per oral, bila anak tidak mau minum
dapat diteruskan dengan cairan intra vena 2 tetes/kgBB/menit atau 3 tetes/kg
BB/menit
3. Anak
lebih dari 5-10 tahun dengan 15-25 kg
a) 1
jam pertama diberikan 20 ml/kg BB/jam atau 5 tetes /kgBB/menit
b) 16
jam berikutnya diberikan 105 ml/kg BB oralit per oral
b. Diatetik
(pemberian makanan)
Terapi
diatetik adalah pemberian makan dan minum khusus pada pasien dengan tujuan
meringankan, menyembuhkan serta menjaga kesehatan pasien. Hal-hal yang perlu
diperhatikan yaitu dengan memberikan
ASI, bahan makanan yang mengandung cukup kalori, protein, mineral, dan vitamin
serta makanan harus bersih.
c. Obat-obatan
1. Obat
anti spasmolitik
2. Obat
antibiotik
2. Keperawatan
a. Pengkajian
Pengkajian
yang sistematis meliputi pengumpulan data, analisa data dan penentuan masalah.
Pengumpulan data diperoleh dengan cara intervensi,
observasi dan psikal assessment.
Pengkajian
data menurut Cyndi Smith Greenberg
adalah :
1)
Identitas pasien
2)
Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan awal yaitu gelisah, suhu tubuh
meningkat, anoreksia kemudian timbul diare.
Keluhan utama yaitu Feces semakin cair, muntah,
bila kehilangan banyak air dan elektrolit terjadi gejala dehidrasi, berat badan
menurun. Pada bayi ubun-ubun besar cekung, tonus dan turgor kulit berkurang, selaput
lendir mulut dan bibir kering, frekuensi BAB lebih dari 4 kali dengan konsistensi
encer.
3)
Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat penyakit yang diderita, riwayat
pemberian imunisasi.
4)
Riwayat kesehatan keluarga
Dirawat
akan menjadi stressor bagi anak itu sendiri maupun bagi keluarga, kecemasan
meningkat jika orang tua tidak mengetahui prosedur dan pengobatan anak, setelah
menyadari penyakit anaknya, mereka akan bereaksi dengan marah dan merasa
bersalah.
5)
Kebutuhan dasar.
a)
Pola eliminasi : akan mengalami
perubahan yaitu BAB lebih dari 4 kali sehari, BAK sedikit atau jarang.
b)
Pola nutrisi : diawali dengan mual, muntah,
anoreksia, menyebabkan penurunan berat badan pasien.
c)
Pola tidur dan istirahat akan terganggu
karena adanya distensi abdomen yang akan menimbulkan rasa tidak nyaman.
d)
Pola hygiene : kebiasaan mandi setiap
harinya.
e)
Aktivitas : akan terganggu karena
kondisi tubuh yang lamah dan adanya nyeri akibat distensi abdomen.
6)
Pemerikasaan fisik.
a)
Head to toe
b)
Pemeriksaan psikologis : keadaan umum
tampak lemah, kesadran composmentis sampai koma, suhu tubuh tinggi, nadi cepat
dan lemah, pernapasan agak cepat.
c)
Pemeriksaan sistematik :
1)
Inspeksi : mata cekung, ubun-ubun besar,
selaput lendir, mulut dan bibir kering, berat badan menurun, anus kemerahan
2)
Perkusi : adanya distensi abdomen
3)
Palpasi : Turgor kulit kurang elastis
4)
Auskultasi : terdengarnya bising usus
5)
Pemeriksaan tingkat tumbuh kembang
7)
Pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan
tinja, pemeriksaan darah lengkap dan doodenum intubation yaitu untuk mengetahui
penyebab secara kuantitatif dan kualitatif.
I.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kekurangan
volume cairan b.d kehilangan cairan aktif
2. Hipertermia
b.d proses penyakit
3. Nyeri
akut b.d agen injury biologis
J.
INTERVENSI KEPERAWATAN
NO
|
Diagnosa Keperawatan
|
PLANING (NOC)
|
INTERVENSI (NIC)
|
1
|
Kekurangan
volume cairan b.d kehilangan cairan aktif
|
Ø Fluid
balance
Ø Nutritional
Status : Food and Fluid Intake
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 2x 24 jam, resiko kekurangan volume
cairan dapat teratasi dengan kriteria hasil :
Ø Mempertahankan
urine output sesuai dengan usia dan BB,BJ urine normal,HT normal
Ø Tidak ada
tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik, membrane mukosa lembab, tidak
ada rasa haus yang berlebihan
Ø Tanda
tanda vital normal
|
Ø Fluid
Management
1.
Monitor tanda – tanda vital
2.
Monitor status hidrasi (kelembaban membrane
mukosa,nadi adekuat,tekanan darah ),
3.
Monitor masukan makanan/cairan
4.
Kolaborasikan pemberian cairan IV
5.
Kolaborasikan dengan dokter
·
Infus Rl 25tpm
|
2
|
Hipertermia
b.d proses penyakit
|
Ø Thermoregulation
Setelah dilakukan perawatan
selama 2x24 jam diharapkan Pasien mengalami
keseimbangan suhu tubuh dengan kriteria hasil :
Ø Suhu
tubuh dalam rentang normal 36,5-37,5 c
Ø Nadi
dan RR dalam rentang normal
Ø Tidak
ada perubahan warna kulit
Ø Tidak
pusing
|
Ø Fever
Treatment
1. Monitor
tanda – tanda vital
2. Monitor
masukan makanan/cairan
3. Kompres
pasien pada lipatan paha dan aksila
4. Kolaborasi
dengan dokter
·
Berikan Infus Sanmo 1000mg K/p
|
3
|
Nyeri
akut b.d agen injury biologis
|
Ø Pain
level
Ø Pain
control
Setelah
dilakukan perawatan selama 2x24 jam diharapkan nyeri berkurang kriteria hasil
:
dengan
Ø Mampu
mengontrol nyeri
Ø Melaporkan
bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
Ø Menyatakan
rasa nyaman setelah nyeri berkurang
|
Ø Pain
Management
1. Monitor
tanda-tanda vital
2. Lakukan
pengkajian yang komprehensif (meliputi lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi.
3. Berikan
posisi yang nyaman
4. Ajarkan
teknik non farmakologi misalnya relakssasi, distraksi, nafas dalam
5. Kolaborasi
dengan dokter untuk pemberian anlagetik
|
0 comments:
Post a Comment